NewsPuisi

FESTIVAL PUISI KOREA UNTUK RAKYAT INDONESIA

Festival-Puisi-Korea-7Nov20Acara yang diprakarsai oleh ibu Naning Pranoto dan ibu Kartini Nurdin lewat Festival Puisi Korea Untuk Rakyat Indonesia ini bagai menyatukan dua lukisan sehingga warna-warnanya berbaur dengan indah, mengaburkan perbedaan. Dalam event ini para peserta festival membacakan puisi-puisi karya penyair Korea yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Dua puluh lima penyair Korea menumpahkan kreatifitas mereka yang kemudian dihimpun dalam sebuah buku. Maka tertulislah 84 puisi dengan berbagai tema, yang memancarkan berbagai rupa emosi.

Saya senang hadir di acara ini. Sudah lama saya selalu menginginkan agar kutub-kutub berbeda, kultur-kultur berlainan di atas dunia ini sedikit demi sedikit dipersatukan, saling mendekat sebagai sahabat. Sehingga beda kebangsaan tak lagi dipandang sebagai sekat-sekat. Sastra adalah jembatan yang indah dan lembut untuk menyatukannya. Kebetulan di acara yang terselenggara tanggal 7 November 2014, sebagai bagian dari Indonesian Book Fair itu, saya bersama beberapa rekan seperti Kurniawan Junaedhie, Adri Darmaji Woko, Fanny Jonathans Poyk, Ni Putu, dan Bundo Free berperan sebagai apresiator. Apresiator ini boleh dibilang semacam juri bagi para pembaca puisi yang tampil di panggung hari itu. Pesertanya diambil dari berbagai sekolah di Jakarta, mulai peringkat SD, SMP, hingga SMA, dengan tambahan para pembaca untuk kategori umum.

Menarik sekali menonton kanak-kanak SD dan SMP yang polos memberikan salam dalam bahasa Korea, lalu membacakan puisi pilihan mereka dengan interpretasi pada gaya penghayatan dan suara yang lumayan bagus-bagus. Selain tampil secara tunggal, beberapa peserta menampilkannya dalam musikalisasi puisi, yang diiringi piano serta biola. Ada juga yang menampilkan drama cinta babak pendek dwi bahasa (Korea-Indonesia) yang memikat. Pada drama pendek tersebut cerita cinta yang sedih dalam puisi itu ditafsirkan dengan ekspresif oleh Umara Khaisa dan Andy William, dari SMA Pahoa. Bahasa Korea Andy William bagus sekali, seperti aktor-aktor pria di drama Korea, yang menjadi favorit perempuan-perempuan di Indonesia sini. HehehePuisi adalah pendidikan yang baik bagi anak-anak, yang selayaknya diperkenalkan sejak dini. Apapun profesi yang kelak mereka jalani, memiliki kepekaan pada kata dan emosi-emosi khas dalam bahasa puisi dipercaya mampu memberikan stimulans yang baik bagi otak dan hati. Orang-orang yang bergaul dengan puisi, entah sebagai penulis, pembaca, atau penikmat, biasanya memiliki kepekaan estetika yang sedikit lebih terhadap kata dan kalimat. Mereka tahu bahwa kata dan kalimat bisa menjadi sangat kuat dan dalam efeknya bagi manusia. Baik ketika didengar atau ketika dibaca. Tak heran bila ada ungkapan “kata-katanya tajam bagai pedang,” atau ungkapan lain, “puisi yang halus bagai kapas.” Begitulah memang tenaga kata-kata merasuk dalam sukma, bisa menukik begitu dalam.

Membaca puisi-puisi terjemahan dari bahasa Korea ini juga sangat menarik. Meski ditulis dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh orang asli Korea, namun tak terasa aneh, yang biasanya sering terjadi pada terjemahan-terjemahan karya asing, karena adanya ketaksesuaian bahasa dan cara-cara pengungkapannya yang terkesan gamang. Puisi-puisi yang ditulis oleh 25 penyair Korea ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof Dr Chung Young Rim. Ketertarikan Young Rim pada sastra bangsa rumpun melayu, khususnya Indonesia, sangatlah mendalam. Mulanya ia belajar bahasa Indonesia di jurusan Bahasa Melayu-Indonesia, Han Kuk University of Foreign Studies, di Seoul. Lalu melanjutkan studi sastra Indonesianya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, kemudian melakukan serangkaian penelitian mengenai sastra Indonesia di Leiden University, Nederland.


Ini salah satu puisi yang diterjemahkan oleh Prof Dr Chung Young Rim, karya Joo Yohan (1900 –1979) berjudul:
BUNYI HUJAN

Hujan datang
Malam membentang sayap dalam senyap
Bisik hujan di halaman
Seperti ciap anak ayam

Bulan gerhana nampak seperti benang
Musim semi mengalir di sinar mentari
Angin panas pun berhembus
Tapi malam gelap ini hujan datang

Hujan datang
Seperti tamu yang datang mendekat mesra
Aku membuka jendela dan ingin menyambutnya
Tetapi hujan berbisik tidak kelihatan

Hujan datang
Di halaman, di luar jendela, di atas genting
Hujan datang membawa berita baik
Sampaikan itu pada hatiku
Orang lain tidak perlu mengetahuinya.
(EB)

Related Articles

Back to top button
Close
Pendampingan Menulis Buku